Berbicara mengenai wisata religi di Malang, Gunung Kawi tentunya menempati daftar teratas. Tidak salah memang karena tempat ini telah menjadi spot wisata yang legendaris, jika berbicara cerita mistis dan mitos yang menyertai area tersebut. Tidak sedikit orang yang mengunjungi Gunung Kawi dengan tujuan untuk mengubah nasib atau mencari berkah dengan mendatangi makam yang dikeramatkan di daerah tersebut.
1.Gunung Kawi
Dilansir dari Wikipedia, Gunung Kawi sebenarnya merupakan sebuah gunung berapi yang berlokasi di Kabupaten Malang, dekat dengan Gunung Butak. Meski merupakan gunung berapi, anehnya tidak ada (belum ada) catatan sejarah mengenai letusan Gunung Kawi. Bahkan, gunung ini lebih populer sebagai tempat ziarah Pesarean Gunung Kawi.
Menurut beberapa sumber, Makam Mbah Jugo dan Mbah Sujo merupakan dua tempat di kawasan Gunung Kawi yang cukup ramai dikunjungi peziarah, terutama ketika malam Jumat Legi dan tanggal 12 Sura pada penanggalan Jawa. Pada tanggal-tanggal tersebut, peziarah biasanya melakukan ritual khusus di depan makam selama berjam-jam, bahkan berbulan-bulan.
Terdapat dua buah guci kuno yang konon merupakan peninggalan Mbah Jugo. Pada zaman dahulu, guci-guci ini pernah digunakan sebagai penyimpanan air suci untuk pengobatan, dan masyarakat setempat sering menyebutnya sebagai ‘janjam’. Diletakkan di samping kiri makam, dengan meminum air di dalam guci ini, dipercaya akan membuat awet muda.
Barang ‘sakti’ lainnya di Gunung Kawi adalah pohon dawandaru, yang juga disebut sebagai shian-to atau pohon dewa oleh orang Tionghoa. Para peziarah sering menunggu dahan, buah, atau daun pohon tersebut jatuh. Pasalnya, jika disimpan, dapat menambah kekayaan orang tersebut. Namun, dibutuhkan kesabaran hingga berbulan-bulan untuk menunggu beberapa bagian dari pohon itu jatuh.
2.Masjid Tiban
Spot wisata religi di Malang yang sedang hits dalam beberapa tahun terakhir adalah Masjid Tiban. Berlokasi di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, masjid ini menjadi populer karena mengusung desain bangunan yang unik serta cerita misteri di balik keberadaannya. Konon, masjid ini berdiri secara tiba-tiba di tengah pemukiman penduduk, yang memunculkan keyakinan bahwa masjid tersebut dibangun oleh tentara jin.
Sebenarnya, masjid ini adalah bangunan Pondok Pesantren Syalafiah Bihaaru Bahri’ Asali Fadlaairil Rahmah, yang didirikan oleh KH Ahmad Bahru Mafdlaluddin Sholeh Al Mahbub Rahmat Alam atau biasa dikenal sebagai Romo Kiai Ahmad. Bangunan pondok tersebut memang tergolong unik, antik, sekaligus megah. Mengusung arsitektur bergaya Timur Tengah berlantai tujuh, hampir setiap temboknya berhiaskan kaligrafi Arab.
Di dalam pondok pesantren ini, juga terdapat kolam renang, dilengkapi perahu, yang khusus dinaiki wisatawan anak-anak. Tak hanya itu, juga terdapat berbagai jenis binatang (kijang, monyet, kelinci, ayam, dan burung), ruangan akuarium, perpustakaan berisi buku-buku Islam, serta berbagai jenis kerajinan dan souvenir.
3.Makam Ki Ageng Gribig
Sesuai namanya, Makam Ki Ageng Gribig berlokasi di Jalan Ki Ageng Gribig Gang II, Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Makam ini terletak tidak jauh dari Perumahan Sawojajar dan bisa Anda capai dengan kendaraan pribadi atau menumpang angkutan kota berkode MM atau CKL.
Ki Ageng Gribing sendiri merupakan tokoh penyebar Islam yang tersohor pada tahun 1600-an silam. Banyak kisah menyebutkan, Ki Ageng Gribig adalah sosok yang memiliki hobi berkelana ke tempat-tempat yang jauh, dengan tujuan ingin memperkuat iman sambil menimba ilmu. Karena itu, tidak mengherankan jika selain di Malang, makam Ki Ageng Gribig juga konon berada di Desa Krajan, Kecamatan Jatinom, Klaten.
Selain Ki Ageng Gribig, kompleks pemakaman tersebut juga menjadi tempat peristirahatan para Bupati Malang yang pernah memimpin di akhir abad ke-19 hingga abad ke-20. Salah satu yang terkenal adalah makam R.A.A Notodiningrat, Bupati Malang pertama, yang yakin akan kisah Ki Ageng Gribig sebagai sosok pendiri cikal bakal Malang.
4.Klenteng Eng An Kiong
Tempat ini beralamat di jalan RE Martadinata No. 1, Malang, atau tepatnya berdampingan dengan Pasar Besar Malang, di kawasan Kota Lama. Dibangun pada tahun 1825 silam atas prakarsa Liutenant Kwee Sam Hway, klenteng ini sekarang tidak hanya dijadikan sebagai tempat ibadah, melainkan juga spot wisata religi.
Menurut salah seorang yang bekerja di lingkungan klenteng ini, En An Kiong mempunyai makna “istana keselamatan dalam keabadian Tuhan”. Klenteng ini sendiri merupakan klenteng Tri Dharma, yaitu diperuntukkan bagi penganut agama Buddha, Tao, dan Kong Hu Cu. Selain itu, klenteng yang telah berusia ratusan tahun tersebut juga menjadi salah satu pusat kebudayaan Tionghoa di Malang, dengan berbagai perayaan dan pertunjukan seni yang digelar, termasuk barongsai dan wayang potehi.